JAKARTA – Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPR-RI) menemukan indikasi korupsi sangat tinggi terhadap evaluasi Otonomi Khusus (Otsus) Provinsi Aceh dan Papua. “Dalam evaluasi dana otsus, Komite DPD I menemukan indikasi korupsi yang sangat tinggi di Provinsi Aceh dan Papua,”kata Ketua Komite I DPD RI, Fachrul Razi dalam Raker melalui daring, Selasa (9/2). Peryataan tersebut disampaikannya dalam Rapat Kerja Komite I DPD RI dengan Kejaksanaan Agung dan Kepolisian RI. Kegiatan yang mengambil tema penegakan hukum dan perlindungan Hak Asasi Manusia ini menghadirkan Wakil Jaksa Agung RI, Setia Untung dan Inspektur Pengawas Umum (Irwasum) Polri Komjen Pol. Agung Budi. Dalam rapat kerja tersebut juga di sepakati bersama Komite I DPD dengan Kepolisian dan Kejaksaan RI untuk bersama-sama meningkatkan koordinasi dan sinergi antar pemangku kepentingan, dengan prinsip pencegahan dan penindakan demi terselenggaranya Pembangunan Daerah yang inovatif, berkelanjutan, serta mensejahterakan masyarakat. Ia juga mengungkapkan, di Aceh ada dana Otsus yang sangat besar, tapi angka kemiskinan di Provinsi itu masih sangat tinggi padahal dana otsus setiap tahun cukup besar.
“Untuk itu, kita meminta pihak Kepolisian dan Kejagung untuk mengusut tuntas kasus korupsi yang sudah dilaporkan oleh teman-teman aktivis, lembaga LSM terhadap dana korupsi yang ada di Aceh,”pinta dia. Sementara untuk Otsus Papua, saya pikir juga harus ada keberanian dari Jaksa Agung dan Polri untuk mengusut berbagai pelanggaran dan juga kasus korupsi yang terjadi di dalam dana otsus di Aceh dan Papua,”paparnya. “Karena jika merujuk pada Undang-undang nomor 21 tahun 2001, Otsus bertujuan meningkatkan taraf hidup, kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, mewujudkan keadilan penerimaan hasil sumber daya alam, penegakan hak asasi manusia serta penerapan tata kelola pemerintahan yang baik, baik di Aceh dan Papua,”jelas Fachrul Razi.
Selain itu, Ia juga mendukung penuh upaya transformasi kelembagaan yang menjadi agenda Kepolisian dan Kejaksaan dalam rangka penegakan hukum dan pelindungan HAM di Indonesia. Transformasi ini sangat diperlukan dalam rangka penegakan hukum yang tegas dan menjamin netralitas penegakan hukum di Indonesia. Sementara itu, Wakil Jaksa Agung, Setia Untung menjelaskan, penegakan hukum khususnya pemberantasan tindak pidana korupsi pada kurun waktu Januari–Desember 2020 yakni penyelidikan berjumlah 1.338 perkara, penyidikan 1.011 perkara, penuntutan 1.412 perkara, dan eksekusi berjumlah 1.027 orang.
Terkait proses perjalanan kasus korupsi yang ada di Aceh, Ia mengatakan, bahwa ada beberapa kejaksaan negeri yang sedang proses penanganan kasus baik secara nyata dalam proses penyelidikan maupun proses persidangan. “Berkaitan dengan kasus–kasus penggunaan dana otsus, kami telah duduk dengan Mendagri terkait kasus-kasus penyalahgunaan dana otsus, dan kita akui bahwa tindak pidana dibawah ini belum optimal situasi dan kondisi dan juga keamanan, sosial menjadi pertimbangan, penanganan baik dana otsus yang ada di Aceh dan di papua,”jelasnya. “Tentang upaya penegakan hukum dan upaya menciptakan keamanan masyarakat dengan pendekatan humanis akan tetapi tetap tegas terhadap pelanggaran yang terjadi, akan lebih bekerjasama sengan Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama dalam rangka menjaga ketertiban umum,”jelas Agung Budi.(@ndi/nyak)