Labuhanbatu – LidikCyber. Com
Ramadhan tahun ini terasa cukup spesial bagi masyarakat yang ada di kabupaten Labuhanbatu dan Labuhanbatu Selatan, Di samping terdapat ibadah yang sudah ditunggu-tunggu, di bulan Ramadhan ini akan digelar Pemungutan Suara Ulang ( PSU ) pada Tanggal 24 April 2021 untuk menentukan Siapa yang bakal Menjadi memimpin di kedua daerah ini .
Di bulan Ramadhan, terdapat puasa yang wajib dilaksanakan. Ini satu ibadah yang mulia. Begitu juga Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, meski tampak aktivitas keduniaan, bisa bernilai ibadah jika dilandasi dengan niatan yang baik. Dua momentum penting yang harus dilalui dengan sukses.ucap Beriman Panjaitan, SH Tokoh Masyarakat Labuhanbatu saat di wawancarai wartawan di Kantornya Jl. Sisingamangaraja Ujung Bandar, Rantauprapat, Labuhanbatu, Kamis (15/04/2021).
Pasca Putusan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Kepala Daerah oleh Mahkamah Konstitusi (MK) agar dilakukan Pemilihan Suara Ulang (PSU) terhitung sejak putusan disampaikan. Terkait hal tersebut, maka pemungutan suara ulang untuk 9 TPS akan dilakukan di labuhanbatu dan 16 TPS Di Kabupaten Labuhanbatu Selatan.
Tentunya menjadi harapan kita bersama, bahwa siapapun yang terpilih adalah orang yang benar-benar amanah dan memiliki jiwa sebagai negarawan dan ia bukan sekedar politisi. Karena jelas ada perbedaan antara negarawan dan politisi. Sebagaimana dikemukakan oleh James Freeman Clarke (1810-1888), penulis dan pakar teologi asal Amerika, bahwa seorang negarawan itu lebih berpikir tentang bagaimana nasib generasi mendatang, sementara politisi hanya berpikir bagaimana memenangkan pemilu yang akan datang.ujarnya
Di atas itu semua, hal yang sesungguhnya paling penting adalah semoga pilkada demi pilkada yang telah dan akan selalu kita laksanakan, jangan sampai menjadi pemicu perpecahan dan rusaknya tatanan persatuan dan persaudaraan di tengah-tengah masyarakat.
Hari ini kita begitu sulit menemukan orang-orang yang memiliki jiwa kenegaraan, ada pendapat yang mengatakan mungkin karena usia dunia kita yang semakin menua, sehingga seolah-olah tak kuasa lagi melahirkan pemimpin-pemimpin besar (great leader) dan berintegritas seperti pada masa-masa silam.
Pemimpin sekarang lebih banyak menuntut (getting), bukan memberi (giving); lebih banyak menikmati, ketimbang melayani; dan lebih banyak mengumbar janji, dari pada memberi bukti, padahal ini tentunya sangat bertentangan dengan makna dan hakikat kepemimpinan itu sendiri.
Sebagai rakyat kita sering menuntut para pemimpin atau pejabat pemerintah agar menjadi pemimpin yang amanah, harus jujur, bijak dan adil, membela kepentingan rakyat, bertaqwa dan berbagai tuntutan lainnya. Namun pernahkah kita berfikir sebaliknya, menuntut diri kita sendiri sebagai rakyat, jika kita menerapkan sistim keseimbangan pada saat kita menuntut pemimpin harus baik, kita juga menuntut rakyat untuk menjadi baik juga.
Hal ini berarti bahwa kebijakan seorang pemimpin harus benar-benar pro rakyat, bertujuan untuk kemajuan dan kemakmuran rakyat. Hal ini juga berarti pemimpin harus benar-benar peduli terhadap hal-hal yang bisa merusak masyarakat, baik secara aqidah, akhlak, ekonomi, sosial, dan sisi-sisi lainnya.
Dalam istilah lain, sikap ini disebut sense of crisis, yaitu rasa peka atas kesulitan rakyat yang ditunjukkan dengan kemampuan berempati dan simpati kepada pihak-pihak yang kurang beruntung. Secara kejiwaan, empati berarti kemampuan memahami dan merasakan kesulitan orang lain. Rasa empati pada gilirannya akan mendorong lahirnya sikap simpati, yaitu ketulusan memberi bantuan, baik moral maupun material, untuk meringankan penderitaan orang yang mengalami kesulitan.
Semangat dan perjuangan yang sungguh-sungguh, agar seluruh masyarakat yang dipimpinannya dapat meraih kemajuan, kemakmuran, dan kesejahteraan. mereka yang dipercaya menjadi pemimpin, meneruskan kasih sayang Allah dan Rasul-Nya itu dengan cara mencintai dan mengasihi orang lain, khususnya masyarakat yang dipimpinnya.
Semoga Tuhan menganugerahkan kepada kita pemimpin yang amanah, yang betul-betul memahami hakikat tugas dan kewajibannnya sebagai pelayan masyarakat.” tutupnya.”(Ikang)