Selain itu, pada pameran tersebut Aceh menampilkan berbagai pertunjukkan kesenian tradisional, seperti seudati. Kelengkapan displai pameran dan tampilan seni tradisional Aceh mengantarkan Aceh sebagai paviliun terbaik dan terlengkap. Dan, ini merupakan awal mula berdirinya Museum Aceh.
Seiring perjalanan waktu, Museum Aceh terus berbenah. “Dengan banyaknya koleksi sejarah dan budaya di Aceh, Dinas Kebudayaan selaku penanggung jawab pengelolaan Museum Aceh terus melakukan pembenahan-pembenahan, program revitalisasi, renovasi sehingga mampu memberikan pelayanan terbaik kapada pengunjung museum,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Jamaluddin.
Selama masa pandemi ini, jelas Jamaluddin, kegiatan dilakukan secara virtual. “Walaupun masyarakat belum bisa berkunjung dikarenakan wabah Covid-19, Museum Aceh tetap melakukan program prioritas seperti digitalisasi koleksi, database koleksi, dan pembenahan struktur dalam rangka pemanfaatan Museum Aceh sebagai pusat edukasi bagi masyarakat Aceh,” sebutnya.
Sementara itu, Kepala UPTD Museum Aceh Mudha Farsyah menambahkan, untuk setiap kegiatan di Museum Aceh di masa pandemi, para pelajar dan mahasiswa harus mengikuti protokol kesehatan dengan jumlah peserta yang dibatasi.
“Baik proses pembelajaran maupun konservasi, mereka dibagi beberapa kelompok agar tidak berkerumun,” katanya.(@ndi/nyak)