Lidikcyber.com, Medan – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut berharap besar kepada media massa untuk mengambil peran dalam Pemilu 2024. Karena, peran media dinilai sangat besar untuk mewujudkan Pemilu yang berintegritas.
Komisionaris KPU Sumut Benget Silitonga, menyampaikan harapan itu saat menjadi narasumber Diskusi Media “Peran Media Mewujudkan Pemilu 2024 Berintegritas”, di Polonia Hotel, Kamis (08/12/2022).
Kegiatan ini juga dihadiri narasumber lainnya, J.Anto selaku Praktisi Media dan Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Pembangunan (STIKP) Medan Lia Anggia Nasution.
Benget Silitoga menyampaikan pada tahun 2024, di Indonesia akan dilaksanakan Pemilu Kolosal. Artinya, Pemilu yang dilaksanakan secara besar-besaran selama satu tahun. Suatu peristiwa demokrasi yang tidak pernah dilakukan sebelumnya.
Diakui Benget, Pemilu 2024 yang berintegritas, tidak mungkin bisa tercapai bila dilakukan sendiri oleh KPU. Diperlukan peran stakeholder lainnya. Dan salah satunya adalah media massa.
“Apalagi dipastikan, akan ada tambahan pekerjaan bagi penyelenggara. Karena dalam satu tahun itu ada Pilpres, Pileg dan Pilkada serentak,’’ ujarnya.
Karenanya, Benget berharap, media massa bisa berperan maksimal untuk mendorong masyarakat dalam menentukan pilihannya. Caranya dengan memberikan informasi yang seluas-luasnya tentang rekam jejak dan komitmen calon yang komit terhadap kepentingan publik. Dengan begitu, masyarakat terhindar dari istilah membeli kucing dalam karung.
Sementara itu, Praktisi Media J.Anto berharap kepada media untuk benar-benar berfungsi sebagai pemberi informasi kepada masyarakat, dalam Pemilu 2024. Tujuannya agar masyarakat bisa berekspresi setelah mendapat informasi dari media.Harus diakui, kata J.Anto, pers atau wartawan, juga memiliki perspektif (cara pandang). Hal inilah yang akan mempengaruhi media menampilkan berita.
“Untuk meminimalisir partisan, jurnalis hendaknya melakukan keseimbangan berita. Tidak saja kepada narasumber, termasuk juga dengan jumlah paragraf yang seimbang,’’ katanya.
Kemudian, kata Anto, media juga harus memperhatikan politik bahasa. Sebisa mungkin, media dapat menghindari kata-kata atau istilah yang dapat mendegradasi seorang calon.
“Misalnya dengan istilah ‘kutu loncat’ untuk seseorang yang pindah partai, dan lainnya,’’ sebutnya.
J.Anto, juga meminta media untuk memberikan ruang kepada masyarakat marginal untuk menyampaikan harapannya. Seperti kaum disabilitas, pedagang kecil, petani, anak jalanan dan lainnya. Karena selama ini sangat dirasa, suara mereka, kurang diangkat oleh media massa.
“Yang diliput media hanya pernyataan dari para calon, dan anggota legislatif saja,’’ tambahnya.
Sesi diskusi ditutup Lia Anggia yang berharap pada gelaran Pemilu, peran media sangat dibutuhkan sebagai edukasi bagi pemilih yang pendidikannya masih kurang tentang politik, agar suara mereka jangan sampai dimanipulasi.
Selain itu, jurnalis harus loyal kepada kepentingan publik, apalagi harus disadari bahwa publik memiliki hak untuk mendapatkan pecerahan tentang Pemilu,” pungkasnya.(@R)