Tekanan Psikologis Siswa di Bidang Aspek Pendidikan Luar Biasa Berat

0 0
Read Time:2 Minute, 15 Second

Oleh : Wahyudin/nyak, Wakil Pemimpin Umum Media Nasional / Lydikcyber.com

Pandemi Covid-19 memberikan dampak dan tekanan yang luar biasa berat bagi semua pihak di berbagai aspek. Tidak hanya pada aspek ekonomi dan kesehatan, tapi juga di asepk pendidikan khususnya pada psikologis anak didik.

Pasalnya, sejak awal pandemi berlangsung dari bulan Maret 2020 sampai masuk dibulan Januari 2021, anak-anak tidak biaa melaksanakan kegiatan belajar mengajar di sekolah, tekanan dari sisi psikologis itu cukup terasa berat.

Bahkan, survei dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menyatakan 62,5 persen siswa menganggap belajar dari rumah itu tidak menyenangkan.

“Dari berbagai kegiatan penyerapan aspirasi yang kami lakukan melalui berbagai kanal, banyak sekali siswa yang meminta sekolah untuk dibuka kembali. Ini cukup mengejutkan, karena ternyata siswa tidak menikmati belajar di rumah dan justru tidak sabar ingin masuk kembali ke sekolah.
Masalah psikologis tersebut, harus menjadi pertimbangan besar bagi pemerintah khususnya bagi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim untuk mulai melonggarkan kebijakan pembukaan sekolah.

Karena terdapat beberapa dampak negatif yang dapat terjadi jika kebijakan belajar dari rumah tetap dilaksanakan.
Salah satunya adalah potensi learning loss, atau kehilangan pembelajaran yang disebabkan rendahnya akses internet di berbagai daerah, juga perbedaan kemampuan SDM pengajar dalam melakukan pendidikan jarak jauh.

“Jika ini terjadi, kesenjangan dalam dunia pendidikan akan terus melebar antara mereka yang berasal dari keadaan sosial ekonomi tinggi dan rendah. Jika ini dibiarkan, angka putus sekolah juga terancam meningkat akibat banyaknya anak yang tidak bersekolah dan justru bekerja di masa pandemi ini.
Untuk itu, diharapkan agar ada keputusan untuk membuka kembali sekolah sebagai salah satu upaya untuk mereduksi dampak-dampak negatif di atas.

Namun demikian, tentu saja kebijakan tersebut tidak diambil dengan semena-mena.
Banyak syarat yang harus dipenuhi sebelum sekolah dapat menyelenggarakan pendidikan tatap muka, dan seluruh stakeholder untuk mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam pengambilan kebijakan ini. Lebih baik menghindari mudharat yang lebih besar, dan lebih baik mencegah daripada mengobati. Sekali lagi, keselamatan dan kesejahteraan anak-anak kita jauh lebih penting dari berbagai target dan capaian lainnya.

Setiap keputusan yang diambil harus berbasis data, dan tidak bisa hanya mengandalkan sentimen dari masyarakat.
Selain itu, diharapkan agar Kemendikbud, pemerintah daerah serta pemangku kepentingan lainnya tetap memberikan alternatif bagi mereka yang menjalankan pembelajaran jarak jauh.

Karena pilihan tersebut lebih utama bagi mereka yang mampu menjalankan, dan harus mendapatkan fasilitas dan dukungan yang memadai dari pemerintah.
Pembangunan infrastruktur telekomunikasi, bantuan gawai, serta program pendampingan guru tetap harus menjadi fokus pembangunan pendidikan kedepannya, karena di masa depan, blended learning atau pembelajaran campuran daring dan luring tidak dapat terelakkan.
“Para pemangku kepentingan di seluruh daerah di Indonesia dihimbau untuk berusaha sebaik mungkin dalam mengambil kebijakan pendidikan yang berkeadilan, dengan tetap menomorsatukan kesehatan, demi pembangunan SDM Indonesia Unggul yang sehat dan cerdas.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page